Pertempuran 5 hari di Semarang yang terjadi 14 hingga 19 Oktober 1945 selalu diperingati tiap tahunnya. Namun tidak banyak yang tahu ada bekas peperangan yang saat ini masih tersisa di gedung Lawang Sewu Semarang.
Berada di gedung A Lawang Sewu, tepatnya di lantai 3 yang dulu digunakan untuk ruang arsip, bukti sejarah berupa rangka baja yang terkoyak akibat hantaman mortir masih terjaga. Ada 3 rangka baja yang kondisinya penyok.
Dari kerusakan pada rangka baja itu, paling parah yang berada di dekat jendela, kemudian semakin ke atas ada baja yang terserempet dan baja paling ujung terlihat putus.
Meski terlihat jelas bekas hantaman mortir itu, rangka baja sengaja dibiarkan dengan bekas-bekasnya tersebut karena masih bisa menopang dengan kuat.
"Ya ini bekas mortir saat pertempuran 5 hari di Semarang. Tidak tahu mortir jenis apa dan bagaimana bisa sampai ke sini. Tapi ini saksi bisu pertempuran," kata manajer humas PT KAI Daop 4 Semarang, Suprapto, Senin (15/9/2018).
Sayangnya, tidak semua orang bisa masuk ke lantai 3 gedung A karena pengunjung hanya boleh menjelajah gedung A di lantai 1. Tidak hanya itu, kini ruang bawah tanah juga sudah tertutup untuk umum.
Kawasan Lawang Sewu yang kini berdiri tegak monumen Tugu Muda merupakan salah satu titik pertempuran sengit antara pemuda Indonesia melawan tentara Jepang. Sungai di samping Lawang Sewu bahkan digunakan untuk meletakkan jenazah-jenazah korban pertempuran.
Lawang Sewu menjadi lokasi pertempuran antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai Jepang. Saat itu bangunan karya J.F Klinkhamer dan B.J Quendag tersebut dipakai sebagai markas AMKA dan kantor kereta api eksploitasi tengah.
Para pemuda AMKA berusaha mempertahankan Lawang Sewu namun kalah persenjataan dan personel. Pemuda AMKA bersuaha menyelamatkan diri dan tercatat ada 12 orang kabur ke toilet ketika pasukan Jepang membabi buta.
Ada juga pemuda yang kabur ke menara air dan bertahan selama lima hari bahkan ke belakang lemari selama tiga hari. Mereka mengambil peluang lari ketika pasukan Jepang beristirahat.
Untuk mengenang pejuang AMKA yang gugur di sana dibangun sebuah monumen. Lokasinya berada di halaman tepatnya di belakang lokomotif yang dipajang.
Dalam monumen tersebut tertulis kata-kata mutiara berbunyi, "Djiwamu bagaikan sajap pendukung tjita-tjita bangsa. Raga bagaikan alas kemerdekaan nusa". Suprapto menambahkan, monumen itu lebih tua dari Tugu Muda.
"Monumen ini sudah ada sebelum Tugu Muda. Tadinya lokasi di dekat Tugu Muda sekarang tapi karena ada pembangunan, dipindahkan ke sini," pungkasnya.
Lawang Sewu dibangun tahun 1904, awalnya merupakan kantor pusat Nederlands Indische Spoorweg (NIS). Jepang juga pernah menggunakannya sebagai kantor Riyuku Sokyuku (Djawatan Transportasi Jepang).
Lawang Sewu sempat terbengkalai dan kini sudah dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai museum dan tempat wisata. Revitalisasi dilakukan sejak tahun 2009 dan dimaksudkan untuk mempercantik tanpa mengubah desain awal dan juga menghilangkan kesan mistis.
Di dekat Lawang Sewu, setiap tahunnya, pada tanggal 14 Oktober malam, selalu digelar teatrikal memperingati pertempuran 5 hari di Semarang.
Berlatar dua landmark Kota Semarang yaitu Tugu Muda dan Lawang Sewu, adegan demi adegan dimainkan mulai dari Dr Kariadi yang dibunuh Jepang ketika melihat Resevoir atau sumber air warga Semarang yang dikabarkan diracun. Peristiwa itu menjadi salah satu pemicu pertempuran mematikan tersebut.
Teatrikal yang digelar hari Minggu (14/10) malam kemarin juga berlangsung lancar lengkap dengan suara tembakan dan meriam yang mengiringi.
"Kita harus selalu ingat beratnya perjuangan para pendahulu kita. Kita harus lebih menghargadi," kata Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi.
SUMBER