NUSANEWS - Anggota DPRD Kota Mataram H Muhir terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram.
Muhir yang juga Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram ditangkap bersama barang bukti uang tunai Rp 30 juta.
Uang itu terkait pembahasan APBD Perubahan 2018, untuk rehabilitasi dan rekonstruksi SD dan SMP yang rusak akibat gempa Lombok.
Namun, kejaksaan menyebut kasus ini bukan suap menyuap. Melainkan permintaan uang yang disertai pemerasan yang berhubungan dengan pembahasan anggaran di APBD-P.
Sumber Lombok Post di Kejari Mataram yang terlibat dalam operasi penangkapan ini menyebutkan, saat transaksi penyerahan uang, H Muhir membawa dua anaknya.
Salah satu anak politisi Partai Golkar ini masih berusia lima tahun. Anggota DPRD dari Daerah Pemilihan Selaparang ini pun ditangkap di hadapan buah hatinya.
Nilai anggaran untuk rehabilitasi bangunan SD dan SMP tersebut sebesar Rp 4,2 miliar. Modusnya, Muhir memuluskan alokasi anggaran tersebut. Ia meminta uang kepada Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram H Sudenom.
Permintaan uang yang disertai dengan pemerasan ini, sebagai kontribusi agar anggaran bantuan gempa untuk sekolah, tidak gagal dalam pembahasannya.
Jaksa intelijen rupanya mendapat informasi mengenai dugaan tindak pidana tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Ketut Sumedana menyebut, pihaknya langsung membentuk tim dan bergerak melakukan pemantauan.
Upaya tangkap tangan dimulai pada Kamis malam (14/9). Bertempat di salah satu rumah makan di wilayah Monjok. Di lokasi tersebut, Muhir diketahui baru menerima uang sebanyak Rp 1 juta.
”Kemarin (Kamis, Red) tidak jadi kita OTT. Bukan dilepas, tapi ada kendala teknis. Meski demikian, tetap kita pantau,” kata Sumedana, kemarin (14/9).
Sehari setelahnya atau kemarin, tim mendengar bahwa Muhir dan Sudenom kembali bertemu. Pertemuan dilakukan di salah satu warung makan, di Jalan Rajawali, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Saat itu, Muhir datang bersama dua anaknya. Dia mengendarai sepeda motor matic berbodi besar.
Di dalam warung makan, terjadi transaksi penyerahan uang sebanyak Rp 30 juta. Uang diserahkan Kadisdik Sudenom dan kontraktor bernama Totok.
Setelah penyerahan uang, tim bergerak dan mengamankan ketiga orang tersebut. Ketika tim masuk, Muhir yang sudah memegang uang, sempat membuang barang bukti tersebut. Dia melempar uang kepada Totok dengan maksud untuk disembunyikan.
”Ini sudah kita intai satu bulan. Informasinya yang bersangkutan sering minta jatah-jatah proyek,” beber Sumedana, mantan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Rangkaian pemerasan berawal dari Muhir. Dia meminta uang kepada Sudenom terkait pembahasan bantuan bencana gempa. Tetapi, karena tidak memiliki uang, Sudenom meminta kontraktor untuk menyediakan uang.
Modusnya, Muhir menelepon Sudenom. Dia mengklaim telah memuluskan proyek rehabilitasi sejumlah sekolah akibat gempa. Berbicara di telepon, Muhir menyampaikan ke Sudenom kalau dirinya sudah meloloskan proyek Rp 4 miliar di APBD Perubahan.
“Tolong dong carikan kontraktor untuk bagi-bagi kepada teman-teman,” begitu permintaan Muhir ke Kadis Sudenom seperti diungkapkan Kajari Mataram Sumedana.
”Ini sama dengan pemerasan,” tegas Sumedana lagi.
Setelah penangkapan, Muhir, Sudenom, dan Totok dibawa ke Kejari Mataram. Mereka menjalani pemeriksaan sekitar delapan jam. Dari pukul 09.30 Wita hingga pukul 17.30 Wita.
Kedatangan ketiganya dikawal ketat petugas kejaksaan. Operasi tangkap tangan (OTT) kemarin juga dibantu anggota dari Polres Mataram. Saat dibawa, petugas memborgol tangan Sudenom, Muhir, dan Totok.
Selama pemeriksaan, Muhir menjawab sekitar 30 pertanyaan. Untuk pemeriksaan awal, penyidik hanya menanyakan aktivitas yang bersangkutan.
”Belum sampai pada pemeriksaan bukti-bukti. Nanti ini kan akan berlanjut terus, kita dalami,” beber dia.
Usai pemeriksaan, penyidik menetapkan Muhir sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara dua orang lainnya, Sudenom dan Totok, berstatus saksi.
”Satu tersangka, H Muhir. Sudenom dan kontraktornya itu saksi,” ungkap Sumedana.
Setelah menjadi tersangka, penyidik juga memutuskan untuk menahan Muhir. Sekitar pukul 18.00 Wita, Muhir digiring menuju mobil Avanza hitam. Sekitar tiga petugas jaksa dan kepolisian terlihat mengawalnya.
Muhir yang mengenakan masker dan rompi tahanan memilih bungkam ketika ditanya awak media. Dia hanya menggelengkan kepalanya atas beberapa pertanyaan yang diajukan wartawan.
Sumedana mengatakan, tersangka dititipkan di Lapas Mataram selama 20 hari. Selama rentang waktu itu, jaksa akan melakukan upaya penyidikan lebih intensif.
”Kita tahan untuk kepentingan pemeriksaan dan penyidikan,” ucap dia.
”Karena ini berkaitan dengan bencana alam, kita prioritaskan untuk melakukan OTT,” terang Sumedana.
Ruang Komisi IV DPRD Mataram Disegel
Jaksa Kejari Mataram bergerak cepat. Langkah penyidikan dugaan pemerasan Muhir berlanjut ke gedung dewan. Jaksa penyidik menggeledah ruangan Komisi IV DPRD Kota Mataram. Di Komisi IV, Muhir diketahui menjabat sebagai ketua komisi.
Penggeledahan dimulai pukul 15.15 Wita dan berakhir sekitar pukul 16.30 Wita. Selama hampir dua jam penggeledahan, jaksa menyita sejumlah barang bukti. Antara lain, dokumen yang diduga erat kaitannya dengan kasus ini, notulen rapat, hingga rekaman CCTV.
Barang bukti dibawa jaksa menggunakan 1 boks berukuran 1×1,5 meter. Usai penggeledahan, jaksa langsung menyegel ruangan Komisi IV. ”Kita segel, dikasih kejaksaan line juga,” kata Kasi Pidsus Kejari Mataram Agung.
Sementara itu, terseretnya Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram Muhir mencoreng citra dewan. Apalagi, ada dugaan deal-deal yang beraroma korupsi pada pembahasan anggaran untuk rehabilitasi bencana di Kota Mataram.
Ketua DPRD Kota Mataram Didi Sumardi mengatakan, pihaknya pada posisi menghormati sepenuhnya proses hukum. Jaksa dipersilakan memproses anggotanya, apabila terbukti melakukan tindak pidana.
”Tidak ada sedikitpun (niat) untuk melakukan intervensi terhadap masalah ini,” kata Didi yang ditemui di gedung dewan Kota Mataram.
”Silakan jaksa sesuai kewenangan, lakukan secara adil. Dan, kami junjung prinsip hukum atas praduga tidak bersalah dan sebagainya,” sambung dia.
Mengenai klaim Muhir atas jasanya dalam pembahasan anggaran pascabencana, Didi mengaku tidak mengetahuinya. Menurut dia, hal tersebut seharusnya tidak perlu didengar. Sebab, sudah menjadi tugas dewan untuk pembahasan anggaran.
”Kalau berjasa, saya sebenarnya yang paling berjasa. Karena, saya punya kewenangan untuk setuju atau tidak setuju terhadap anggaran,” ujar dia.
Sebelumnya di tempat terpisah, setelah kasus ini, Didi Sumardi mengaku pihaknya akan mengundang seluruh anggota dewan untuk menggelar pertemuan dengan Kejaksaan Negeri Mataram.
“Memberikan semacam refreshing dan sosialisasi. Untuk menghindari dan membangun semangat menghindari itu (korupsi),” ucapnya.
Partai Golkar sendiri kata Didi memastikan tidak ada niatan untuk memberikan perlindungan hukum atau intervensi kepada yang Muhir. Partai Golkar menyilakan Muhir mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Mataram H Muhtar mengaku tidak bisa berkomentar lebih jauh.
Ia beralasan tidak mengetahui duduk persoalan yang menjerat Muhir. Meski diakui, ada beberapa program dewan yang berintegrasi dengan eksekutif mengenai penanganan pasca gempa bumi.
“Bila ada program kemudian ada permasalahan (OTT), saya tidak berani bicara dulu. Kita sebagai pimpinan dewan belum bisa berkomentar,” terangnya.
Terpisah, Sekretaris Daerah Kota Mataram H Effendi Eko Saswito mengatakan, mengenai Kadis Sudemon, jika terbukti melakukan korupsi maka Pemkot Mataram tidak tinggal diam. Sudenom terancam dipecat dari jabatannya.
“Iya sih pasti (pecat),” tegas Eko. “Sepanjang yang bersangkutan terbukti dan inkrah,” tambahnya.
Terpisah, Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh mengaku kaget atas berita OTT tersebut. Ia sendiri belum mengetahui pasti isi laporan OTT yang dilakukan kejaksaan.
“Pasti nanti ada juga laporan ke saya,” ucapnya pada wartawan di kantornya kemarin.
Meski demikian, orang nomor satu di Kota Mataram ini mengimbau agar setiap ASN di golongan mana pun dapat menggunakan jabatannya sesuai amanah. Termasuk pemanfaatan anggaran dapat dilakukan sesuai fakta, kebutuhan, transparan, sasaran, dan prosedur.
SUMBER