Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis IMM)
Sekurangnya 6 orang tewas dan puluhan luka luka dari peristiwa petamburan. Kita sebut peristiwa ini sebagai pembantaian karena polisi Brimob yang bersenjata menembaki warga petamburan atau mereka yang ikut aksi kemudian menginap di daerah petamburan Tanah Abang. Sementara yang ditembaki tidak bersenjata. Tak berdaya.
Di media terlihat video yang menunjukkan tembakan membabi buta walau ada yg teriak bahwa yang ditembaki adalah warga. Petamburan jadi "the killing field". Tanah Abang benar benar menjadi "tanah merah darah". Itu terjadi 22 Mei subuh. Jika 21 Mei semata Insiden maka 22 Mei adalah pembantaian.
Menjadi banyak misteri dari peristiwa ini. siapa yang memainkan diri sebagai "perusuh" yang dijadikan alasan pembantaian. Mengapa target dan sasaran adalah area petamburan yang konon menjadi markas atau posko FPI.
Apakah benar dugaan ada sayap "tentara Cina" di Brimob. Benarkah sebagian polisi berbahasa Cina yang menembaki itu. Apakah semua ini benar di bawah komando resmi atau satuan yang bertindak sendiri. Lalu terbukakah untuk otopsi korban.
Semua pertanyaan ini membutuhkan jawaban akurat dan terang. Karenanya perlu diselidiki seksama oleh Tim Pencari Fakta Independen. Atau DPR membuat pansus penyelidikan agar peristiwa pembantaian ini terkuak dan pihak-pihak bertanggungjawab dapat dikenakan sanksi hukum. Komnas HAM juga yang telah dilapori segera bergerak. Ada dugaan pelanggaran HAM pada kasus ini.
Belum tuntas masalah kematian 600 an petugas Pemilu kini ditambah dengan peristiwa penembakan di Petamburan. Masalah serius terjadi berkelanjutan di negeri ini. Melekat dengan proses Pemilu yang jauh dari jujur dan adil.
Memang rezim gagal menjalankan sistem demokrasi dengan aman dan bermartabat. Oligarkhi berkombinasi dengan tirani menjadi polusi demokrasi. Penghujung kekuasaan yang tidak bagus (su"ul khotimah).
Jokowi politisi yang muncul ujug ujug. Karenanya mudah disetir oleh pengendali kepentingan yang memang matang berpolitik. Manajemen krisis masih lemah. Masalah ditangani dengan represif sehingga kebencian rakyat menggumpal.
Sebagai penguasa bisa beralasan ada perusuh di lapangan tapi perpektif lain tidak. Selalu ada pihak yang buat jalan untuk pembantaian.
Jokowi tak layak jadi Presiden. Baiknya mundur atau turun. Rakyat jangan dikorbankan oleh ambisi dan kerakusan kekuasaan. Game is over.
Jakarta, 22 Mei 2019 (*)
SUMBER