Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan*
SI Rajawali Kepret, julukan untuk Dr. Rizal Ramli, telah mengkepret Jokowi dengan tulisannya yang tajam "An Open Letter to the President".
Kepretan sebelumnya yang legendaris adalah menyerang Surya Paloh yang menggunakan instrument kekuasaan memperkaya diri via menterinya Nasdem, Menteri Perdagangan.
Sebelumnya lagi, ketika Rizal masih di kabinet Jokowi, dia mengkepret atasannya Jusuf Kalla sebagai Peng—Peng, penguasa yang cari kekayaan dengan memanipulasi kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat.
Kenapa si Rajawali Kepret mengkepret pakai Bahasa Inggris ya?
Itu pertanyaanku kemarin ketika melihat tulisannya nyebar di grup-grup WA. Setelah menyadari adanya upaya manipulasi rejim dengan seolah-olah pemimpin asing sudah memberikan selamat atas kemenangan Jokowi, saya mengerti bahwa penggunaan bahasa internasional ini untuk memberitahu ke seluruh dunia tentang kenyataan riil di Indonesia.
Pada saat bersamaan, Anies Baswedan saya saksikan juga sudah memancing media-media asing memberitakan kebrutalan demokrasi di Indonesia, via kehadiran Anies menggotong keranda mayat korban kerusuhan.
“There is a saying that you can fool the people some of time, not all the time. But, in the age of social media, it is almost impossible to fool the people,” kata Rizal dalam bagian suratnya itu.
Artinya, hei Jokowi, tidak selamanya kau bisa menipu kami. Apalagi jaman/abad informasi ini.
Surat Rizal diawali dengan kritikan bahwa rezim Jokowi telah melakukan kekerasan brutal menghadapi demontrasi. Padahal demo itu “expressing their right of assembly and to protest against what they believe to be fraudulent elections.”
Kebrutalan itu telah membawa luka dan kematian pada orang yang tidak berdosa.
Untuk menjaga kedamaian negeri dan demokrasi Rizal mengajari Jokowi untuk tiga hal, yakni:
1. Jokowi jangan melakukan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh oposisi. Terlebih lagi menuduh makar (treason). Jokowi harus tahu arti makar itu apa. Makar menurut Rizal adalah penggunaan senjata untuk menggulingkan pemerintahan. Sebaliknya, pemimpin oposisi tidak pernah menganjurkan itu. Melainkan, tokoh-tokoh oposisi mendorong rakyat meng-exercise hak-hak konstitusional rakyat yang sah.
2. Rizal meminta agar Jokowi stop kebohongan. Hal ini terkait dengan penggunaan “deadly force against protestors”. Aparatur jangan menyangkal tidak menggunakan peluru tajam atau mencari kambing hitam pada “aktor intelektual”, karena fakta kematian dapat terlihat nyata dilapangan dan melalui video yang viral.
Jika Jokowi tetap mempertahankan cara brutal ini, maka rejim Jokowi memang rezim pembohong dan anti demokrasi.
Rizal menyarankan agar Jokowi memerintahkan komandan polisi meninggalkan cara cara brutal untuk menghindari rakyat yang semakin marah.
3. Rizal meminta Jokowi agar memaksa KPU membuka semua data dan diaudit forensik. Proses audit disupervisi kedua pihak. Jika ini terjadi, maka rakyat akan meyakini pemilu adil dan jujur.
Ini juga akan dilihat dunia sebagai “a peaceful resolution”.
Kenapa takut KPU diaudit? kata Rizal.
Di akhir suratnya Rizal mengingatkan Jokowi bahwa bagaimana Jokowi menangani krisis nasional ini akan menentukan warisan Jokowi sebagai presiden (keteladanan).
Pertemuan Rizal dan Sekjen PDIP
Seperti diceritakan Rizal, seminggu lalu Sekjen PDIP membawa pesan perdamaian dari Megawati kepada Rizal Ramli di rumahnya, Jalan Bangka, Kemang.
Alih-alih coba meyakinkan Rizal, Hasto sang Sekjen, malah berkeluh kesah dengan situasi Megawati yang mengalami ketidaknyamanan dalam rezim Jokowi selama ini. Hasto mengatakan bahwa koalisi rezim selama ini ditopang oleh Megawati, tapi Megawati hanya mendapatkan menteri yang tidak “basah”.
Untuk itu Rizal Ramli menawarkan agar PDIP dan Megawati mempertimbangkan ulang di mana sebaiknya mereka berkawan membangun bangsa.
Penutup
Pada 1997 saya dibawa Rizal Ramli ke acara Mubes Nahdatul Ulama di Lombok. Rizal ingin meyakinkan saya bahwa Gus Dur siap menumbangkan Suharto dan Rizal adalah orang yang paling diandalkan Gus Dur.
Memang benar, ketika di Lombok Rizal satu-satunya orang yang saya lihat tidak cium tangan pada almarhum. Dan dia memberikan ceramah bagaimana Suharto akan jatuh di hadapan ribuan kiai yang hadir.
Sepanjang hidupnya, baru Gus Dur yang tidak dikepret Rizal Ramli. Selebihnya, Suharto, Habibie, Megawati dan Jokowi telah dikepret Rizal. Sebagai Rajawali Kepret memang Rizal tidak punya “syaraf takut” dan “syaraf penjilat”. Semua kezaliman akan ditantangnya tanpa kompromi.
Seorang eks rektor Institut Teknologi Bandung pernah menjapri saya, “Saya aneh melihat aktifis-aktivis Fortuga (Forum Aktifis 73) semua meninggalkan Rizal. Padahal dulu pas Rizal kuasa, semuanya penjilat Rizal.”
Saya tertawa dalam hati, memang di manapun penjilat hanya mencari kawan yang berkuasa, sedangkan Rajawali akan terbang tinggi sendiri.
Semoga sang Rajawali Kepret dan kepretannya pada Jokowi yang menyebar ke seluruh dunia, bermanfaat buat kita.
*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC)
SUMBER