Aktivis HAM Haris Azhar menyatakan pihak kepolisian mendata kekuatan dukungan masyarakat terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2019. Polri memberi klarifikasi.
Haris Azhar, yang merupakan Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, mengaku memiliki data terkait polisi di sejumlah daerah yang melakukan pendataan tersebut. Dia mengatakan data itu didapatkan dari sejumlah daerah yang dihimpun oleh polres dan polsek dalam bentuk Microsoft Excel.
"Ini adalah hal biasa polisi dalam melakukan pengamanan. Kami punya data di beberapa daerah kalau polisi melakukan pendataan itu. Pendataan soal kekuatan paslon 01 dan paslon 02. Dukungan siapa dukung siapa. Kelompok ini dukung siapa," kata Haris dalam acara Prime News CNN Indonesia TV, Kamis (28/3/2019).
Haris masih enggan menjelaskan secara detail soal data tersebut. Sebab, menurutnya, hal ini terkait dengan sumber informasi yang ia dapatkan. Namun Haris bisa memastikan data yang ia dapatkan itu valid. Ia pun masih memikirkan kepada siapa akan mengungkap data tersebut untuk beberapa hari ke depan.
"Tapi itu datanya ada. Saya cuma masih mencari. Lagi meyakinkan siapa yang mau menerima laporan tersebut," ujarnya.
Mantan koordinator KontraS ini mengatakan pengungkapan data itu tidak akan berguna jika tak ada yang mau menerima laporannya.
"Kalau saya buka untuk apa? Tapi pertanyaan saya, apa gunanya polisi mendata di desa," kata Haris.
Penjelasan Polri
Kadiv Humas Polri Irjen Iqbal mengatakan Polri memang mengumpulkan data di lapangan, tapi itu sama sekali tidak terkait dengan politik praktis. Pengumpulan data, lanjut Iqbal, dilakukan untuk memetakan potensi kerawanan.
"Strategi keamanan dan mempunyai data, data fix data apa pun, tidak ada kaitannya dengan motif politik kita wajib mengetahui dapil, juga daerah mana yang terkonsentrasi paslon A dan paslon B. Untuk apa? kita ingin melakukan proses pengamanan di situ. Ini adalah wajar yang sudah kita lakukan dari tahun ke tahun, begitu kan," kata Iqbal kepada wartawan di Jakarta.
Iqbal mengatakan strategi serupa pun dilakukan untuk pengamanan dalam pemilihan level kepala desa. Pengetahuan mengenai massa akan menentukan strategi pengamanan.
"Di dalam pilkades itu, kita sudah memetakan siapa sebenarnya yang mendominasi. Agar apa, agar kami bisa menentukan strategi pengamanan yang tepat. Begitu kan. Jadi sama sekali tidak ada motif politik, jadi tegas sekali bapak Kapolri mengeluarkan TR-nya. Artinya, siapa pun yg tidak netral akan kami proses, ada mekanismenya. Kan sudah banyak yang sudah dibuktikan ada seorang wakapolda dan juga oknum-oknum. Sudah, kode etik bahkan ada yang dicopot. Prinsipnya itu siapa pun yang melalukan, pelanggaran terhadap netralitas akan kami proses dan ada mekanismenya," tutur Iqbal.
SUMBER
"Kalau saya buka untuk apa? Tapi pertanyaan saya, apa gunanya polisi mendata di desa," kata Haris.
Penjelasan Polri
Kadiv Humas Polri Irjen Iqbal mengatakan Polri memang mengumpulkan data di lapangan, tapi itu sama sekali tidak terkait dengan politik praktis. Pengumpulan data, lanjut Iqbal, dilakukan untuk memetakan potensi kerawanan.
"Strategi keamanan dan mempunyai data, data fix data apa pun, tidak ada kaitannya dengan motif politik kita wajib mengetahui dapil, juga daerah mana yang terkonsentrasi paslon A dan paslon B. Untuk apa? kita ingin melakukan proses pengamanan di situ. Ini adalah wajar yang sudah kita lakukan dari tahun ke tahun, begitu kan," kata Iqbal kepada wartawan di Jakarta.
Iqbal mengatakan strategi serupa pun dilakukan untuk pengamanan dalam pemilihan level kepala desa. Pengetahuan mengenai massa akan menentukan strategi pengamanan.
"Di dalam pilkades itu, kita sudah memetakan siapa sebenarnya yang mendominasi. Agar apa, agar kami bisa menentukan strategi pengamanan yang tepat. Begitu kan. Jadi sama sekali tidak ada motif politik, jadi tegas sekali bapak Kapolri mengeluarkan TR-nya. Artinya, siapa pun yg tidak netral akan kami proses, ada mekanismenya. Kan sudah banyak yang sudah dibuktikan ada seorang wakapolda dan juga oknum-oknum. Sudah, kode etik bahkan ada yang dicopot. Prinsipnya itu siapa pun yang melalukan, pelanggaran terhadap netralitas akan kami proses dan ada mekanismenya," tutur Iqbal.
SUMBER
