
Partai pendukung Jokowi-Ma'ruf, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak terima dengan tudingan Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto yang menyebut pemerintah sedang menjalankan praktik ekonomi kebodohan alias the economics of stupidity.
Saat pidato di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10) lalu, Prabowo menyebut indikator pertama bahwa Indonesia sedang menjalankan ekonomi kebodohan adalah sejak 1997 hingga 2014 adalah kekayaan Indonesia yang hilang dan dinikmati asing mencapai 300 miliar dolar AS.
Jurubicara PSI, Rizal Calvary Marimbo menduga ketua umum Partai Gerindra itu mendapat masukan keliru soal ekonomi Indonesia dari para pembisiknya. Sebab, data sebenarnya menunjukan investasi asing di Indonesia tidak semasif negara-negara ASEAN lain.
Rizal kemudian mengutip data dari Laporan Investasi Dunia UNCTAD yang menyebutkan, persentase rata-rata penanaman modal asing langsung di Indonesia terhadap total Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada kurun 2005 hingga 2010 dan 2011 hingga 2016 tidak pernah lebih dari 6 persen. Angka itu hanya berkisar 5,6 persen dan 5,7 persen.
Sementara Vietnam, empat kali lipat lebih besar dari Indonesia dengan persentase sebesar 20,4 persen pada 2005 hingga 2010 dan 23,2 persen pada 2011 hingga 2016. Adapun, Malaysia persentasenya mencapai 13,6 persen dan 14 persen.
"Jadi pandangan Prabowo itu hanya asumsi-asumsi yang dasarnya lemah. Karena datanya sebaliknya," ucap Rizal.
Dia menjelaskan bahwa di era Jokowi, pemerintah juga berhasil merebut aset-aset yang selama ini dikuasai asing. Seperti 51 persen kepemilikan saham Freeport dan Blok Rokan yang merupakan penghasil minyak terbesar juga telah dikelola oleh Pertamina 100 persen.
"Ini baru terjadi pada zaman Jokowi. Justru Freeport dulunya secara bulat dan utuh diberikan oleh mertua Prabowo kepada pihak asing. Sekarang sudah direbut oleh Jokowi," tuturnya.
Lebih jauh, Rizal turut menyoroti usaha yang dilakukan keluarga Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Menurutnya, bisnis yang dijalani keduanya berkaitan erat dengan dana asing.
"Coba ditelisik saja bisnis dari keduanya. Keduanya kan berbisnis dari masuknya dana-dana asing. Semacam makelar. Singkat kata sebagai perantara atau makelar bagi investor asing," sambungnya.
"Jadi siapa yang sebenarnya yang mempraktikan ekonomi kebodohan. Siapa sebenarnya yang menjadi perpanjangan tangan asing," tutup Rizal. [rus]
SUMBER
